Kotak Korek Api oleh H.C. Andersen


Pada suatu hari, ketika seorang prajurit sedang dalam perjalanan pulang selepas perang, dia bertemu dengan seorang nenek sihir.

Kata nenek sihir padanya, “Selamat malam, prajurit. Pedangmu bagus sekali dan ranselmu besar sekali, pasti kamu orang yang sukses.”

Sahut prajurit, “Terima kasih, Nek.”

Nenek sihir menunjuk ke arah sebatang pohon besar. “Bagian dalam pohon itu berlobang besar. Kalau kamu memanjat ke puncaknya, kamu akan melihat lobangnya dan kamu bisa turun ke dasarnya. Aku akan mengikatkan tali ke badanmu, supaya aku bisa menarikmu lagi kalau kamu sudah siap.”


Tanya prajurit, “Memangnya, untuk apa aku harus turun?”

“Untuk mendapatkan uang,” kata nenek sihir. “Kalau kamu sudah sampai di dasar pohon, kamu akan berada di sebuah ruangan yang luas, yang diterangi oleh banyak lentera. Kamu akan melihat tiga pintu yang bisa dibuka dengan mudah, karena anak kuncinya menempel di lobang kuncinya. Setelah kamu memasuki ruangan pertama, kamu akan menemukan sebuah peti di tengah-tengah lantainya. Di atas peti itu ada seeokor anjing yang matanya sebesar cangkir. Hamparkan celemek kotak-kotak biru ini, pegang anjingnya dan dudukkan anjing itu di atas celemek. Ambillah uang tembaganya sebanyak yang kamu mau. Uang perak ada di ruangan kedua, di mana ada anjing yang matanya sebesar kincir angin. Lakukan hal yang sama dengan celemek itu, lalu ambillah uangnya sebanyak yang kamu mau. Di ruangan ketiga, kamu bisa mengambil emas. Dudukkan anjing seram yang matanya sebesar menara itu di atas celemek, dan dia tidak akan melukaimu.”

“Untuk itu semua, nenek, apa yang harus kuberikan untukmu?”

“Aku tidak minta uang. Yang kumau hanyalah sebuah kotak korek api tua, yang ditinggalkan oleh nenekku ketika terakhir kali dia masuk ke tempat itu.”

“Baiklah,” kata prajurit, “ikatkan tali ke badanku.”

Setelah tali diikatkan dan celemek di tangannya, prajurit memanjat pohon itu dan turun ke dasarnya. Dia melihat semua yang diceritakan oleh nenek sihir kepadanya. Dibukanya pintu pertama dan dilihatnya anjing bermata besar itu sedang melotot ke arahnya, maka dipeganginya anjing itu dan didudukkannya di atas celemek nenek sihir. Lalu, diisinya saku bajunya dengan uang dari peti itu, sebanyak mungkin.

Hal yang sama dia lakukan dalam ruangan kedua, tetapi di sana, dibuangnya uang tembaga dan digantinya dengan uang perak. Di ruangan ketiga, ada banyak sekali uang emas di petinya, sehingga dibuangnya semua uang perak yang sudah diambilnya, dan diisinya tas ranselnya dengan emas. Sekarang, dia sulit berjalan, tetapi dia kaya!

Dia berteriak ke arah nenek sihir untuk menariknya keluar. Tanya nenek sihir, “Kamu sudah temukan kotak korek apinya?”

“Ya ampun, aku lupa.” Kembalilah prajurit ke dalam ruangan dan menemukan benda itu, lalu nenek sihir menariknya keluar. “Mau diapakan kotak korek api ini?”

Kata nenek sihir, “Kamu tidak perlu tahu. Kamu sudah mendapatkan uangnya, jadi berikan saja peti itu padaku.”

Kata prajurit, “Kalau kamu tidak memberitahuku, akan kupenggal kepalamu dengan pedangku.”

“Tidak akan,” kata nenek sihir, maka prajurit memenggal kepala nenek sihir. Lalu, diikatnya semua uang emas dengan celemek nenek sihir dan ditaruhnya kotak korek api itu di dalam sakunya. Prajurit berhenti di kota pertama yang dilaluinya, lalu mencari penginapan paling bagus di sana. Dipesannya berbagai makanan kesukaannya, karena sekarang dia sangat kaya. Dibelinya baju-baju dan sepatu baru, sehingga penampilannya seperti seorang bangsawan.

Orang-orang sedang ramai membicarakan kota mereka serta puteri Rajanya yang cantik. “Tidak ada orang yang pernah melihat Puteri, selain Raja sendiri, sebab telah diramalkan bahwa Puteri akan menikah dengan seorang prajurit biasa, dan Raja tidak rela kalau puterinya menikah dengan orang seperti itu.”

“Aku ingin sekali melihat Puteri,” pikir prajurit baru kaya itu. Dia menikmati saat-saat yang menyenangkan di kota itu, memberikan uang kepada orang miskin dan mendapatkan teman-teman baru. Karena dibelanjakan terus, uangnya semakin hari semakin sedikit saja, sampai-sampai dia terpaksa harus meninggalkan kamar penginapannya yang nyaman ke kamar yang lebih kecil. Tidak ada teman yang mengunjunginya dan pada suatu hari, bahkan sebatang lilin pun tidak ada di dalam kamarnya. Lalu, dia teringat akan sebatang lilin yang terselip di dalam kotak korek api itu.

Baru satu korek api digosoknya untuk menyalakan lilin itu, daun jendela mendadak terbuka dan anjing bermata sebesar cangkir itu sudah berdiri di hadapannya, seraya bertanya, “Tuan, apa yang bisa kulakukan untukmu?”

“Wah, wah,” kata prajurit, “Kejutan yang sangat menyenangkan. Bawakan aku uang!” Sang anjing lenyap dari pandangan, lalu dalam waktu singkat datang lagi dengan membawa kantung berisi uang tembaga di mulutnya. Akhirnya, prajurit menyadari bahwa kalau dia menggosok korek apinya satu kali, maka anjing dari peti berisi tembaga akan muncul; kalau menggosok dua kali, anjing dari peti uang perak yang akan muncul; kalau menggosok tiga kali, maka anjing bermata bagaikan menaralah yang akan muncul.

Sekarang, prajurit yang sudah menjadi orang kaya lagi itu membeni sebuah rumah yang besar, dan tampil lagi dengan baju-baju mahalnya. Teman-temannya juga berdatangan lagi, untuk turut menikmati keberuntungannya.

Pada suatu malam yang sudah larut, prajurit itu tidak bisa melepaskan pikirannya dari Puteri yang belum pernah dilihat orang itu. “Katanya, dia cantik sekali,” pikir prajurit, “tetapi, apa gunanya kecantikan, kalau dia dijauhkan dari semua orang? Aku harus memikirkan satu cara untuk bisa melihatnya. Ah, ya, aku tahu jawabannya!”

Digosoknya satu korek api untuk menyalakan lilin, dan anjing bermata sebesar cangkir pun muncul di hadapannya. Katanya kepada anjing itu, “Bawakan Puteri Raja ke tempat ini, supaya aku bisa memandanginya, sebentar saja.”

Dalam sekejap, anjing itu lenyap dan kembali lagi dalam waktu yang sama singkatnya, dengan membawa Puteri. Gadis itu terbaring tidur di atas punggung anjing dan parasnya cantik sekali, sehingga prajurit tidak tahan untuk menciumnya. Lalu, anjing berlari kembali membawa pulang Puteri.

Keesokan paginya, pada waktu sarapan, Puteri memberi tahu orangtuanya bahwa dia mengalami mimpi yang sangat aneh semalam, bahwa dia menunggang seekor anjing dan dicium oleh seorang prajurit.

“Memang aneh,” kata Raja dan Ratu. Malamnya, mereka menugaskan salah seorang penasihat wanita di istana, untuk menjaga Puteri dan mencari tahu, apakah itu hanya mimpi atau memang ada hal lain.

Prajurit ingin melihat Puteri lagi, maka diutusnya lagi anjing itu untuk membawakan Puteri ke hadapannya. Penasihat wanita itu, yang mengenakan sepatu khusus, bisa mengejar sang anjing. Dilihatnya anjing itu menggendong Puteri ke
dalam sebuah rumah yang besar, dan dibuatnya tanda silang dengan kapur di pintu depan rumah itu, supaya dia bisa menemukan rumah itu keesokan harinya. Setelah anjing membawa Puteri pulang kembali ke kamarnya, Prajurit itu melihat tanda silang dari kapur di pintu rumahnya. Lalu diambilnya kapur dan dibuatnya tanda-tanda silang di semua pintu rumah di kota itu.

Pagi harinya, penasehat wanita itu mengantarkan Raja dan Ratu, berikut para pengawal mereka ke pintu pertama yang bertanda silang. Kata Raja, “Kalau begitu, di sini tempatnya.” Tetapi kata Ratu, “Mungkin juga yang itu.” Seraya menunjuk ke arah pintu rumah lain yang juga bertanda silang. Mereka pun tersadar bahwa tanda-tanda silang itu ada di semua pintu rumah.

Ratu adalah seorang wanita yang cerdas. Diguntingnya sepotong kain sutera dan dibuatnya sebuah kantong kecil untuk menaruh tepung di dalamnya. Diikatkannya kantong kecil itu di leher puterinya yang sedang tidur. Ratu juga menggunting sebuah lobang kecil pada kantongnya, supaya tepungnya terserak di tanah sepanjang jalan.

Malam itu, anjing itu muncul lagi untuk membawa Puteri menemui prajurit yang sudah terlanjur jatuh cinta kepadanya. Anjing itu tidak memperhatikan tepung yang terjatuhan sepanjang jalan menuju rumah prajurit itu, lalu naik menuju sebuah jendela yang biasa dipanjatnya sambil menggendong Puteri.

Keesokan paginya, Raja dan Ratu menemukan tempat Puteri dibawa lari dan prajurit itu pun dipenjara. Prajurit diberi tahu bahwa dia akan dihukum gantung keesokan harinya.

Kotak korek apinya tertinggal di rumah, maka dia berteriak memanggil seorang anak laki-laki, “Tolong, berlarilah ke rumahku dan bawakan kotak korek apiku, nanti kamu akan diberi upah yang banyak, kalau kamu sudah datang lagi membawakan kotak korek api itu!”

Anak kecil itu tergiur untuk mendapatkan uang, maka dia menuruti perintah prajurit itu, masuk ke dalam rumah prajurit dan membawa kotak korek api itu. Tentu saja, dia mendapatkan upah yang banyak untuk jasanya.

Di luar jendela penjara prajurit itu, para pengawal kerajaan berbaris dan terdengar suara drumband, berbaur dengan hiruk pikuk orang banyak yang berkerumun untuk menyaksikan hukuman gantung. Setelah prajurit dituntun keluar dan tali gantungan dipasangkan di lehernya, dia meminta agar permintaan terakhirnya dikabulkan, seperti biasa hal itu diberikan bagi orang-orang yang akan dihukum mati.

Katanya, dia ingin merokok dan Raja mengabulkan permintaannya. Kotak korek api pun disodorkan ke depannya, dan dia menggosokkan korek apinya satu kali, dua kali, tiga kali. Tiga ekor anjing muncul di hadapannya—anjing pertama bermata sebesar cangkir, yang kedua bermata sebesar kincir angin, yang ketiga bermata sebesar menara.

“Selamatkan aku dari orang-orang ini,” kata prajurit. Seketika itu juga, ketiga anjing itu menyerang sang algojo, para hakim, para pembesar istana, dan melemparkan mereka semua ke udara atau menginjak-injak mereka.

“Jangan berani-berani menyentuhku,” kata Raja, tetapi anjing yang paling besar menangkap raja dan Ratu, lalu melemparkan mereka bersama yang lainnya.

Para pengawal dan semua orang yang menyaksikan semua itu merasa sangat ketakutan, sehingga mereka berseru-seru, “Prajurit, kamu akan menjadi Raja kami! Kamu akan menikah dengan Puteri!”

Tuan Puteri dituntun keluar dari istana dan Puteri menyukai prajurit itu, dan bersedia menjadi isterinya. Pada pesta pernikahan prajurit dan Puteri, para anjing duduk satu meja dengan mereka, menatap pasangan itu dengan mata mereka yang besar-besar dengan gembira. (HCA)

1 komentar:

Diari Si Gembil mengatakan...

Terimakasih ya......suka sama dongeng ini. Dulu punya bukunya tapi sudah hilang.

Posting Komentar